Nikmatnya Membangun Usaha Bersama…
11 Desember 2012 // 0 CommentsSeorang muslim mendapati saudaranya menganggur tidak memiliki perkerjaan. Tergerak oleh ukhuwah dan cinta kasih, ia membuat usaha untuk saudaranya tersebut. Dengan harapan, saudaranya mendapatkan penghasilan darinya. Qodarullah, usaha tersebut berkembang dan menghasilkan keuntungan. “Sang Penolong” datang untuk meminta (yang dianggap) haknya, namun harapannya tidak menjadi kenyataan, “Kamu tidak menyaratkan sesuatu apapun atas usaha ini. Harta ini adalah bantuan mu untukku.”
Kisah lainnya, seseorang, sebut saja Ali, menyampaikan ide usaha kepada Utsman, temannya. Gayung bersambut, temannya tertarik dengan ide tersebut, dan saat itu juga terjadi kesepakatan bahwa mereka akan mewujudkan ide tersebut. Ali yang memang memiliki keahlian dan waktu luang bersedia untuk menjadi pengelola. Utsman yang sudah bekerja untuk sementara menyediakan modal yang diperlukan. Tanpa perencanaan dan kesepakatan lebih lanjut, ide dijalankan oleh Ali. Setiap membutuhkan uang, ia datang kepada Utsman. Demikian juga kalau uang tersebut habis, ia akan segera meminta Utsman mengucurkan dananya. Tak adanya job description yang jelas menghasilkan perselisihan-perselihan di antara mereka. Qodarullah, usaha tersebut tidak bertahan sampai satu tahun dan bubar begitu saja tanpa ada kejelasan. Bisa jadi, kalau usaha tersebut berkembang dan sukses, perselisihan semakin menghebat karena tidak adanya kejelasan pembagian keuntungan, Allahu A?lam.
Karena kekurangan modal, kekurangan tenaga, atau sebab-sebab lainnya, terkadang kita menggandeng pihak lain untuk ikut serta dalam usaha yang kita jalankan. Namun, hal tersebut terkadang menyisakan beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan perpecahan di antara para pelakunya. Tak lain dan tak bukan, penyebabnya adalah harta. Harta memang dapat menyebabkan permusuhan di antara pelakunya, seringkali kita mendengar; perselisihan antar saudara, saling menjatuhkan martabat antar anggota keluarga, bahkan sampai ada yang tega membunuh ibu kandungnya karena harta!!! Naudzublillahi min dzalik.
Perselisihan-perselisiahan di bidang muamalah tersebut, sebenarnya bisa dieliminir, bahkan bisa dicegah, apabila kita mau melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diajarkan oleh Agama Islam yang mulia ini.
Tentukan aqad, buat perjanjian
Sebelum melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam suatu usaha atau proyek tertentu, tentukanlah aqad yang mendasari kerjasama tersebut. Buatlah surat perjanjian kerjasama secara tertulis. Hal ini untuk menghindari ketidakjelasan yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan yang tidak diinginkan.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya.” (Al-Baqarah:282)
Dalam surat perjanjian tersebut seyogyanya dijelaskan segala macam persyaratan yang mampu menjamin keberlangsungan kerja sama. Hal-hal yang mesti diperjanjiakan diantaranya adalah tujuan, permodalan, bentuk kerja sama/manajemen, pembagian laba, penangguhan kerugian, mekanisme pembubaran kerjasama, dan mekanisme klarifikasi jika terjadi dissolutiaon (kemandegan atau kebuntuan penyelesaian).
Tidak adanya akad (kontrak) yang jelas, dapat mengakibatkan perselisihan dan pertikaian di antara kedua belah pihak. Semula kerjasama didasarkan atas dasar saling percaya (tsiqah) dan husnudzon diatara keduanya. Dalam perjalanan waktu, usaha tersebut berkembang pesat, dan tibalah waktunya untuk diaudit untuk menentukan hak masing-masing. Setiap pihak merasa dirinya berhak untuk memperoleh lebih ketimbang yang lainnya. Akhirnya kedua belah pihak berselisih dan bertikai, tak jarang hingga ke pengadilan.
Hal ni akan berdampak bagi munculnya buruk sangka, bisikan-bisikan syetan, dan akhirnya runtuhlah ukhuwah Islamiyah, terutama diantara keduanya.
Tujuan
Tujuan dari usaha yang dijalankan harus jelas, agar di tengah perjalanan tidak terjadi perbedaan pendapat yang kontra produktif. Dengan adanya tujuan yang jelas, potensi-potensi yang ada dapat disinergikan untuk memberikan hasil yang optimal. Energi yang ada tidak terbuang percuma untuk berdebat yang ujung-ujungnya menelantarkan usaha yang sedang kita jalankan.
Permodalan
Sebelum usaha dilangsungkan, permodalah harus jelas, dari mana sumbernya. Baik itu modal awal ataupun jika ditengah perjalanan kekurangan dana. Tentukan juga prinsip kerja sama yang digunakan antara pemodal dan pengelola usaha, apakah itu mudhorobah ataupun musyarakah.
Jika mengajukan pendanaan dari lembaga keuangan ataupun perseorangan, jangan melibatkan diri dalam perkara riba yang jelas-jelas diharamkan syariat.
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, yang menjadi saksi, dan penulisnya.” (HR. Ahmad)
Bentuk Kerja Sama/Manajemen
Bentuk kerja sama ini harus jelas sejak awal. Baik itu antara pemodal dengan pemilik usaha (Mudhorobah/ musyarikah?), pemilik dengan rekan kerja, ataupun pemilik dengan orang lain yang statusnya sebagai pekerja (orang yang upah).
Bicarakan hak dan kewajiban masing-masing pihak sejelas mungkin. Hindari kalimat-kalimat yang dapat ditafsirkan lain.
Pembagian Laba dan Kerugian
Tentukan pembagian laba antara pemodal dan pengelola, apakah pembagaian keuntungan atau pembagian pendapatan. Apakah pekerja (orang yang diupah) juga mendapat % dari keuntungan yang ada. Bagaimana jika usaha mengalami kerugian? Siapa saja yang menanggung kerugian? Berapa jumlah atau % nya?
Perselisiahan banyak terjadi karena hal ini . Hal ini memang cukup sensitif, karenanya perlu benar-benar dimusyarahkan dengan baik. Musyawarahkan dan ikuti aturan syariah dalam hal ini. Jangan sampai ada pihak yang merasa terdzalimi.
Pembubaran Usaha
Dalam akad ini semestinya juga dibahas pembubaran usaha. Bagaimana mekanisme pembubaran usaha. Apakah kehendak salah satu pihak sudah cukup untuk menjadikan usaha tersebut bubar atau tidak, atau mesti dipenuhi syarat-syarat tertentu. Tentukan juga hak-hak para pihak jika terjadi pembubaran usaha.
Penyelesaian Masalah
Jika di dalam perjalanan usaha terjadi permasalahan atau perselisihan, tentukan cara penyelesainnya. Apakah cukup dimusyawarahkan antara pihak yang berselisih, atau semua pihak yang terkait, atau perlu sampai ke pengadilan.
Perjanjian/ Kontrak Untuk di Taati
Peraturan dibuat bukan untuk dilanggar melainkan untuk ditaati. Demikian juga perjanjian, orang-orang yang beriman terikat kepada syarat-syarat yang dibuatnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya:(al muslimun ?inda syuruuthihim) Kaum muslimin tergantung pada persyaratn yang dibuatnya. (HR.Bukhari secara muallaq)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Al-Maidah:1)
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (al-Isra:34)
Semoga usaha yang kita rintis dan jalankan tidak berbuah dengan perselisihan-perselisihan yang membawa pada runtuhnya ukhuwah Islamiyah dan melemahkan cinta kasih di antara kita.
Similar posts
-
Sejarah Kesyirikan Pertama Kali
2 Juni 2015 // 0 CommentsBismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’duSebelum kita belajar mengenai kesyirikan...
-
Tulisanmu, Masa Depanmu [Syaikh DR. Safiq Reza Basalamah,MA]
13 Maret 2015 // 0 CommentsKetahuilah tulisanmu akan ditimbang di akhirat kelak. Adakah kau akan berbahagia tatkala engkau ...
-
Studi Islam Intensif 2014
11 Mei 2014 // 0 CommentsApa itu Studi Islam Intensif (SII)? Studi Islam Intensif adalah kegiatan yang diadakan oleh Unit Ke...
-
Menggapai Shalat Khusyu'
22 Januari 2014 // Comments OffAl Qurthubi mengatakan bahwa khusyu adalah suasana didalam jiwa yang tertampakkan pada anggota tubuh...